Jangan Banyak Mengeluh, Bersyukurlah! Kekayaan Hati Yang Hakiki
Segala puji bagi Allah shalawat serta salam semoga tercurah
kepada junjungan kita Rasulullah keluarganya para shahabatnya dan yang
selalu mengikutinya dengan baik hingga hari kiamat. Amma ba’du:
Para pembaca yang dirahmati Allah Ta’alaa:
Kebanyakan manusia mengira bahwa kekayaan hanyalah dengan
mengumpulkan harta berupa uang, saham, property, perdagangan dan
lainnya, menurut mereka orang yang tidak demikian bukan orang kaya, akan
tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memalingkan pandangan
kita kepada makna kekayaan yang hakiki dalam sabdanya:
" ليس الغنى عن كثرة العرض، ولكن الغنى غنى النفس".
Artinya: (kekayaan bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kekayaan hati).
Berapa banyak manusia yang memiliki bermacam harta yang banyak tetapi
sebenarnya dia hidup dalam kefakiran, kita melihatnya selalu takut dan
gundah, berusaha menambah hartanya karena takut jatuh miskin, dia bakhil
untuk menafkahkan hartanya dalam hal kebaikan supaya hartanya tidak
berkurang, bahkan terkadang memutuskan silaturahim gara-gara alasan yang
sama, sebagaimana kita lihat dia selalu menoleh kepada harta orang
lain, orang seperti ini selamanya hidup fakir, karena dia tidak ridho
dengan pembagian Allah Ta’alaa untuknya, dan karena dunia telah menetap dalam hatinya.
Inilah kisah Khubaib bin ‘Adi radhiallahu anhu berkata: ketika itu kami berada dalam satu masjlis lalu datanglah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
sedang bekas air membasahi kepalanya lalu sebagian kami berkata: kami
melihat anda hari ini sedang senang hati maka beliau menjawab: “benar
dan Alhamdulillah”. Kemudian orang-orang menceritakan tentang kekayaan
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لا بأس بالغنى لمن اتقى ، والصحة لمن اتقى خير من الغنى ، وطيب النفس من النعيم" .( صحيح سنن ابن ماجة).
Artinya: (tidak mengapa kekayaan bagi yang bertakwa, dan
kesehatan bagi yang bertakwa lebih baik dari kekayaan, dan senang hati
termasuk kenikmatan) Shahih Ibnu Majah.
Janganlah menoleh kepada milik orang lain:
Karena Allah Azza wa Jalla berfirman:
(وَلا تَمُدَّنَ عَيْنَيْكَ
إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجاً مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى)
(طـه:131).
Artinya: (dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang
telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga
kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan
kamu adalah lebih baik dan lebih kekal) [QS Thahaa: 131].
Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Dan ridholah dengan pembagian Allah Ta’alaa untukmu pasti kamu menjadi orang yang paling kaya”
artinya adalah: terimalah apa yang diberikan Allah kepadamu, dan
dijadikan nasibmu dari rizki, kamu menjadi orang terkaya, karena yang
bersikap qana’ah maka dia merasa kaya.
Marilah kita merenungkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
" من أصبح منكم آمنا في سربه، معافى في جسده، عنده قوت يومه، فكأنما حيزت له الدنيا بحذافيرها ".
Artinya: (Barang siapa yang pagi harinya merasa aman di tempat
tinggalnya, sehat badannya, memiliki makanan hari itu, seolah dia telah
mendapatkan kekayaan dunia).
Jika anda melihat orang yang lebih banyak harta dan anak dari dirimu
maka ketahuilah bahwa ada orang yang lebih sedikit harta dan anaknya
jadi lihatlah mereka yang dibawahmu, jangan melihat mereka yang
diatasmu, demikianlah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mengajarkan kita dalam sabdanya:
"انظروا إلى من هو أسفل منكم، ولا تنظروا إلى من هو فوقكم، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم".
Artinya: (lihatlah orang yang dibawahmu, dan janganlah melihat
orang yang diatasmu, karena itu lebih pantas supaya kamu tidak
meremehkan nikmat Allah atasmu).
Orang lain dengan urusannya dan anda dengan urusan anda sendiri:
Seorang muslim sadar bahwa dia ada di dunia ini untuk satu tujuan
yang agung dan mulia lagi tinggi yaitu beribadah kepada Allah Ta’alaa,
dan mengibadahkan manusia kepada Allah Ta’alaa, oleh karena itu dunia
tidak boleh melampaui batasnya, karena dunia disisinya hanya wasilah
bukan tujuan, diatas makna yang agung inilah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam mendidik para shahabatnya radhiallahu anhum.
Inilah kisah Rib’ie bin ’Amir bersama Rustum penguasa Persia sebagai
saksi bagi makna yang tinggi dan tujuan mulia ini, saat Rustum meminta
dari panglima Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu anhu untuk
mengirim seorang utusan untuk bernegosiasi sebelum dimulai peperangan
Qadisiyah, maka beliau mengutus Mughirah bin Syu’bah, ketika itu yang
dikatakan kepada Rustum: sesungguhnya kami tidak mencari dunia, ambisi dan keinginan kami hanyalah akhirat,
kemudian Sa’ad mengirim utusan lain kepadanya yaitu Rib’ie bin ’Amir,
lalu memasukinya sedangkan mereka telah menghiasi majlisnya dengan
bantal-bantal bertahtakan emas dan sutra, mereka memperlihatkan intan
dan permata yang berharga, dia sedang duduk diatas dipan dari emas, dan
Rib’ie masuk dengan pakaian usang, pedang, tameng dan kuda yang kecil,
dia terus menaikinya sampai menginjak ujung permadani kemudian turun
mengikatnya dengan sebagaian bantal tadi, dan maju dengan senjata dan
baju besinya, lalu mereka berkata: letakkan senjatamu, diapun berkata:
saya tidak mendatangi kalian, tapi saya mendatangi kalian ketika kalian
mengundangku, maka jika kalian membiarkanku begini, maka saya teruskan,
jika tidak aku kembali, maka Rustum berkata: izinkan dia, lalu dia
menghadap dengan bersandar tombaknya diatas bantal-bantal dan
mengoyaknya, seolah mengatakan kepada mereka secara langsung: dunia kalian ini tidak mempedayakan kami apalagi menyibukkan kami,
lalu mereka berkata: apa yang membuat kalian datang? Dia menjawab:
Allah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa yang mau dari peribadatan
hamba kepada peribadatan kepada Allah, dan dari sempitnya dunia menuju
luasnya akhirat, dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam, maka
kami diutus dengan agama-Nya kepada makhluk-Nya supaya menyeru mereka
kepada-Nya, maka siapa saja yang menerima itu maka kami menerimanya dan
kami kembali, dan siapa yang enggan menerima kami memeranginya selamanya
sampai mencapai janji Allah Ta’aala, mereka bertanya: apa janji Allah?
Dia menjawab: surga bagi yang mati saat memerangi mereka yang enggan,
dan kemenagan bagi yang tertinggal.
Subhanallah, dalam keadaan fakir hampir tidak mendapatkan dunia
sedikitpun berbicara tentang tujuannya termasuk mengeluarkan manusia
dari sempitnya dunia menuju luasnya dunia dan akhirat!!.
Sungguh dahulu jika mereka mendapatkan dunia hanya di tangan mereka
tidak sampai masuk kedalam hati mereka, oleh karena itu ketika mereka
diminta untuk berinfak mereka kerahkan harta tanpa rasa takut fakir atau
habis hartanya, pernah Umar datang dengan separuh hartanya sedangkan Abu Bakar radhiallahu anhu dengan seluruh hartanya ketika ditanya apa yang ditinggalkan untuk keluarganya? Dia menjawab: Allah dan rasul-Nya. Subhanallah, tidak pernah takut fakir. Juga Utsman radhiallahu anhu pernah mempersiapkan pasukan ketika masa sulit.
Jadi janganlah mengeluh, karena disekitar kita banyak yang kurang
beruntung dari kita, sangat disayangkan jika seorang muslim hanya sampai
dunia yang fana saja ambisinya dan mengorbankan akhiratnya.
Wallahu A’lam bishowab.
http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2011/01/26/12962/jangan-banyak-mengeluh-bersyukurlah-kekayaan-hati-yang-hakiki/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar