Senin, 27 Februari 2012

KASIH SAYANG BUNDA TIADA BATAS

Umi  mengajak anak-anak semua untuk merenungi jasa-jasa dan pengorbanan bunda kita, umi berharap setelah ananda membaca sedikit kata-kata ini, kita sebagai anak akan semakin menyayangi, menghormati, mentaati dan berbakti pada kedua ayah bunda kita, atas seluruh jasa-jasa dan pengorbanannya
Anak-anakku sekalian, ayah dan ibu adalah dua orang yang sangat berjasa kepada kita, lewat mereka berdualah kita terlahir didunia ini, keduanya menjadi sebab seorang anak bisa mencapai surga, do’a mereka ampuh, kutuknya  kenyataan, namun betapa banyak sekarang ini kita jumpai anak-anak yang durhaka kepada kepada kedua orang tuanya. Panti jompo menjamur dimana-mana, ini menunjukan tidak mengertinya sang anak akan harga kedua orang tua,.. mereka tega menitipkan orang tuanya disana dalam keadaan sengsara dan kesepian melewati masa-masa tuanya, sementara anak-anaknya bersenang-senang dirumah mewah..

HUKUM PERAYAAN VALENTIN DALAM PANDANGAN ISLAM



Anak-anakku sekalian, beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 14 februari, umat islam yang benar-benar  beriman pasti sangat bersedih, ketika menyaksikan, tidak hanya pemuda-pemudi nasrani, tapi ternyata pemuda dan pemudi islam pun, ikut merayakan hari valentin atau yg sering di sebut hari kasih sayang, dimana hari itu, perzinahan marak dimana-mana.. padahal dalam islam, tidak ada yang namanya hari velentin. Dalam islam sudah sangat jelas, bahwa Allah itu Ar Rahman dan Ar Rohim.  Bukan hanya sehari untuk setahun. Bukan hanya semenit dalam sehari, bukan hanya sehari dalam seminggu atau sebulan, Dan bukan pula dibungkus dengan hawa nafsu. Tetapi yang jelas kasih sayang di dalam Islam, kasih sayang Allah SWT terhadap hambanya tiada henti, dan jauh lebih luas dari hanya sekedar hari Valentin. Kita semua tau, bahwa Islam disampaikan kepada umatnya, dengan memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang, dan menjalinkan persaudaraan yang abadi di bawah naungan Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Rasulullah s.a.w. bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri”.Oleh karnanya hanya orang-orang Islam yang belum kuat imannya yang masih merayakan hari valentin
Kalian juga harus tau, bahwa Perayaan hari Valentine juga termasuk salah satu hari raya bangsa Romawi dalam menyembah berhala. Dan pada umumnya acara Valentine ini, diadakan dalam bentuk pesta pora dan huru-hara.padahal dalam islam sudah jelas, kata Allah s.w.t.:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithon dan    syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.(Surah Al Isra ,27)
Anak-anakku sekalian, Kalian juga harus tau, sebenarnya Semangat valentine adalah Semangat Berzina...karna pada perayaan hari valentin ini, identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu seolah2 menjadi boleh. Dengan Alasan, karena semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, na'udzubillahhimin zalik.. tapi yang sangat menyedihkan, di zaman sekarang ini tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Anak-anakku sekalian, sengaja umi menyampaikan tausiah ini, agar kita Sebagai seorang muslim tau bahwa apa yang kalian contoh bukan bersumber dari Islam, justru sudah jelas-jelas, itu semuanya bertentangan dengan islam. Ingatlah firman Allah s.w.t.: “ Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah Al-Isra : 36), dan telah dijelaskan dalam Hadis Rasulullah s.a.w:“ Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”. dan :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.

Selasa, 14 Februari 2012

Semangat Belajar Anak-Anak Daerah Terpencil

Tentang Anak Jalanan


Anak jalanan atau biasa disingkat anjal adalah potret kehidupan anak-anak yang kesehariannya sudah akrab dijalanan. Dan mungkin kita sudah tidak asing tentang sosok ini, karena disetiap penjuru kota, kita dapat dengan mudah menemukan mereka.

Lalu apa sebenarnya yang terjadi dengan anak-anak ini? Mereka yang tergolong kecil dan masih dalam tanggung jawab orang tuanya harus berjuang meneruskan hidup sebagai anak jalanan dan terkadang mereka menjadi sasaran tindak kekerasan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Tapi ada juga sebagian orang tua yang dengan alasan untuk membantu ekonomi keluarga, menganjurkan agar anak-anaknya untuk menghabiskan masa kecilnya sebagai anak jalanan, jika kita melihat potret anak bangsa yang malang ini, seharusnya hati kita tergugah, kita bersukur, karena ternyata masih banyak saudara-saudara kita di luar sana yang hidupnya kurang beruntung, yang tidak bisa bersekolah. Oleh karenanya, bersukurlah, dan gunakanlah kesempatan yang kalian miliki ini dengan sebaik-baiknya, jangan sampai kalian menyesal dikemudian hari.... dan belajarlah untuk perduli pada sesama, belajarah untuk membantu mereka sesui dengan kemampuan kita, meski hanya dengan mendoakan mereka, agar kehidupan mereka bisa lebih baik... amiin
COBA KALIAN LIHAT POTRET ANAK BANGSA PADA CERITA DI BAWAH INI, semoga menjadi motivasi untuk kalian, agar lebih semangat belajar....

Siapa yang tidak tahu film Laskar Pelangi? Film yang diangkat dari novel ciptaan Andrea Hirata itu menceritakan bagaimana besarnya semangat anak-anak di desa Belitung dalam menuntut ilmu demi menggapai cita-cita dengan segala keterbatasan. Dengan gedung sekolah yang sudah tidak layak pakai, dan tanpa seragam, kesepuluh siswa SD Muhammadiyah tersebut tetap bersemangat menuntut ilmu, sampai akhirnya mereka berhasil menjuarai lomba cerdas cermat.
Kenyataannya, hal seperti itu memang terjadi di dunia ini, khususnya di negara kita, Indonesia. Beberapa daerah pedalaman di Indonesia masih minim akan pendidikan seperti di pedalaman atau pegunungan Papua, seperti daerah Wamena, dan sebagainya. Masalah utama yang menyebabkan minimnya pendidikan adalah kurangnya fasilitas, akses, dan tenaga pengajar. Salah satu contoh adalah, kegiatan belajar mengajar harus dilakukan setelah menempuh perjalanan selama berjam-jam, dan terkadang harus melewati sungai-sungai. Selain itu, karena tidak ada fasilitas yang mendukung, membuat kegiatan belajar mengajar tersebut terpaksa dilakukan diluar ruangan, dibawah pepohonan, bahkan sampai menumpang di rumah-rumah warga setempat. Semangat anak-anak itu terlihat jelas dari cara mereka belajar. Bukan hanya mengandalkan pendidikan resmi di sekolah, mereka membaca apa saja yang dapat mereka baca, seperti surat kabar, majalah bekas, dan lain sebagainya.

Sebagai contohnya, saya akan membahas tentang beberapa tempat yang minim akan pendidikan, namun penuh dengan anak-anak yang haus akan ilmu pengetahuan. Salah satunya adalah sebuah kampung kecil di pedalaman Papua bernama kampung Seiya. Pada tahun 1952, Belanda membangun satu-satunya sekolah dasar di kampung Seiya. Belanda juga memberikan subsidi  kepada sekolah dasar di kampung tersebut, dan sekolah dasar itu berhasil menghasilkan banyak lulusan menjadi sarjana. Namun sayangnya, sejak berada dibawah pengelolaan Republik Indonesia pada tahun 2001, operasi sekolah dasar tersebut mulai memburuk, dan semakin merosot. Hingga akhirnya pada tahun 2005 satu-satunya sekolah dasar tersebut benar-benar berhenti beroperasi. Sekolah dasar tersebut hanya memiliki seorang kepala sekolah yang juga merangkap sebagai guru. Belakangan, kepala sekolah tersebut juga mulai tidak masuk untuk mengajar. Sehingga, proses belajar mengajar jadi terhambat dan setidaknya 30 anak terlantarkan. Karena itu, banyak orang tua yang memindahkan anak-anaknya ke SD di kampung sebelah.
Kemudian pada tahun 2010, seorang pastor bersama seorang guru honorer menghidupkan kembali sekolah dasar tersebut. Tetapi masalah biaya kembali menghambat berjalannya proses belajar mengajar di sekolah dasar tersebut. Guru honorer tersebut sudah tidak digaji selama kurang lebih enam bulan. Akibatnya, untuk membuat guru tersebut tetap mengajar, para warga setempat harus mengumpulkan dana untuk menggaji guru honorer tersebut. Kebanyakan guru tidak mau mengajar di kampung tersebut dikarenakan tidak betah dengan minimnya sarana dan prasarana, serta fasilitas seperti tidak adanya buku paket, bahkan buku pegangan untuk guru, ruang kelas yang tidak sebanding dengan banyaknya jumlah siswa, dan lain-lain.

Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh salah satu guru kursus saya dulu. Guru saya pernah menjadi pengajar sukarela disalah satu daerah pedalaman Papua yang masih minim pendidikannya. Guru saya yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia itu mengaku terkejut, juga terharu dengan semangat belajar anak-anak pedalaman Papua tersebut. Walaupun mereka hanya belajar di pondok kecil ditengah-tengah hutan, dengan sepotong papan tulis kecil, dan buku-buku tulis yang lusuh. Bahkan anak-anak tersebut datang ke 'sekolah' tempat guru saya mengajar tanpa menggunakan baju dan celana. Mereka hanya menggunakan sehelai daun yang menutupi beberapa bagian dbawah tubuhnya. Menurut cerita dari guru saya, saking semangatnya mereka dalam menuntut ilmu, mereka selalu datang setiap hari untuk belajar. Jangankan bolos kaerna sakit, bahkan mereka rela menahan untuk buang air demi menerima pelajaran. Saat itu, guru saya sedang menjelaskan pelajarannya tapi ada anak yang memperhatikan dengan gelisah. Ketika ditanya, anak itu bilang kalau dia ingin buang air kecil, tapi tidak mau melewatkan pelajaran. Jadi, dia meminta guru saya untuk menghentikan pelajaran sebentar sampai dia selesai membuang air. Saat membuang air disekitar pondok belajar tersebut, anak itu selalu berteriak supaya guru saya tidak memulai pelajaran dulu.

Bukan hanya daerah di Papua, minimnya pendidikan juga terjadi di daerah Mentawai, Sumatra Barat. Daerah Mentawai yang dipisahkan oleh samudra Hindia dari pulau Sumatra, dan kondisi alam yang tidak dapat diprediksi menjadikan Mentawai sebagai salah satu daerah yang terisolasi, karena sulitnya transportasi kesana. Faktor-faktor diatas menyebabkan lambatnya pembangunan didaerah Mentawai tersebut, termasuk sektor pendidikan. Seperti yang terjadi di daerah Papua, dan daerah-daerah terpencil lainnya, keterbatasan jumlah guru yang tidak sesuai dengan jumlah anak didik menjadi salah satu kendala untuk membangun generasi Mentawai yang berpendidikan. Padahal, antusias masyarakat Mentawai untuk mendapatkan pendidikan sangatlah besar. Menurut data statistik yang diterima dari Pemprop Sumatra Barat menyebutkan bahwa setidaknya masyarakat Mentawai yang pernah mengecap pendidikan tidak lebih dari 9% atau kurang lebih sekitar 7.676 orang. Ironisnya, sebagian dari masyarakat Mentawai yang menerima pendidikan tersebut hanya sampai tingkat SMP.

Kisah seputar semangat belajar anak-anak di daerah terpencil juga dialami oleh sebuah Madrasah di desa Cikidit, provinsi Banten. Madrasah yang sedang digunakan untuk proses belajar mengajar tersebut tiba-tiba ambruk. Akibatnya, banyak siswa yang terluka, bahkan seorang siswi bernama Sukniyah akhirnya kembali menghadap sang Maha Kuasa.
Awalnya, proses belajar mengajar dilakukan di Mushola-Mushola, dan dirumah warga. Namun antusias dan semangat para orang tua untuk memberi akses pendidikan kepada anak-anaknya yang akhirnya membuat warga setempat bergotong royong membangun Madrasah dengan kayu bambu dan atam rumbia. Kemudian pemda Banten memberi dana sekitar 10 juta untuk perbaikan atap, lantai dan pintu Madrasah tersebut. Dan proses belajar mengajarpun berjalan lancar dengan bantuan 4 orang guru sukarelawan, sampai akhirnya Madrasah tersebuh ambruk pada tanggal 3 Oktober 2011 silam.

Tetapi sebenarnya, di kota-kota besar seperti Jakarta juga tidak sedikit anak-anak yang memiliki semangat belajar, namun tidak dapat mengecap pendidikan di sekolah karena masalah biaya. Dan kebalikannya, dibandingkan anak-anak yang kurang mampu seperti diatas, sangat banyak anak-anak yang memiliki fasilitas lengkap dan akses mudah untuk memperoleh pendidikan, namun mereka menyia-nyiakannya. Sebagian dari anak-anak kota yang mayorias orang tuanya adalah masyarakat berpenghasilan menengah keatas sangat jarang menuntut ilmu dengan serius. Mereka hanya ke sekolah untuk bertemu dan bercanda dengan teman-teman, dan melakukan hal sia-sia lainnya. Tidak sedikit juga dari mereka yang melakukan tawuran dan meresahkan semua warga. Harusnya, mereka bersyukur dapat bersekolah dengan nyaman dan fasilitas lengkap, dan seharusnya mereka memiliki semangat belajar yang lebih baik dari pada anak-anak dari desa tertinggal.

Senin, 06 Februari 2012

HIKMAH DARI MAULID NABI MUHAMMAD SAW

A’uudzu billahi minasy syaithanirrajiim Bismillahirrahmanirrahim Allahumma salli ‘ala sayyidina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa sahbihi wasallim

Setelah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya – tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, “Ceritakan padaku akhlak Muhammad!”. Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.


Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, “Ceritakan padaku keindahan dunia ini!.” Badui ini menjawab, “Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini….” Ali menjawab, “Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa
sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)”

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam yang sering disapa “Khumairah” oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur’an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur’an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu bagaikan Al-Qur’an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur’an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu’minun [23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, Aisyah hanya menjawab, “Ah semua perilakunya indah.” Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. “Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ‘Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.’” Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, “Mengapa engkau tidur di sini?” Nabi Muhammmad menjawab, “Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu.” Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mengingatkan, “berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya.” Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam memanggilnya. Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tersebut.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.


Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pernah berkata, “Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta’wil) mimpimu itu? Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam menjawab “ilmu pengetahuan.”

Tentang Utsman, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. “Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya.” “Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik.”
Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah…ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam. Buktinya, dalam Al-Qur’an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan “Wahai Nabi”. Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: “Angkat Al-Qa’qa bin Ma’bad sebagai pemimpin.” Kata Umar, “Tidak, angkatlah Al-Aqra’ bin Habis.” Abu Bakar berkata ke Umar, “Kamu hanya ingin membantah aku saja,” Umar menjawab, “Aku tidak bermaksud membantahmu.” Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya” (QS. Al-Hujurat 1-2)
Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, “Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia.” Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi’ah. Ia berkata pada Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam, “Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami”

Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bertanya, “Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?” “Sudah.” kata Utbah. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam bahwa Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam? “Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu.” Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata pada para sahabat, “Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!” Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, “Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini.” Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap “membereskan” orang itu. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam berikan pada mereka.
Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam berkata, “Lakukanlah!”

Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, “Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah”. Seketika itu juga terdengar ucapan, “Allahu Akbar” berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam ke hadirat-Nya.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na’udzu billah…..

Nabi Muhammad sallAllahu ‘alayhi wasallam ketika saat haji Wada’, di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, “Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?” Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam melanjutkan, “Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah…..?” Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, “Benar ya Rasul!”

Rasul sallAllahu ‘alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, “Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah!”. Nabi sallAllahu ‘alayhi wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah sallAllahu ‘alayhi wasallam. “Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah…Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah”



Sumber: Swaramuslim