Senin, 17 November 2014

Adab Di Masjid


Pertama, gunakan pakaian yg pantas. Pakaian yg pantas di sini adalah pakaian yg terbaik yg kita miliki. Saya pernah menulis artikel mengenai gunakan baju terbaik saat ibadah (sholat).
Pengalaman teman saya, saat sholat di sebuah masjid dia temui seorang makmum yg menggunakan kaos yg bolong-bolong di beberapa tempat. Sayangnya, teman saya tidak sempat berbincang dengannya mengenai penyebab org tersebut menggunakan pakaian yg kurang indah dipandang mata. Jika dia memang tidak punya baju yg layak untuk dipakai sholat, tidak sulit bagi teman saya untuk memberikan beberapa bajunya yg masih layak pakai.
Jangan juga menggunakan pakaian dengan gambar atau tulisan yg aneh, misalnya kaos dengan tulisan “F*uck” atau kaos dg gambar perempuan telanjang atau gambar2 tidak senonoh lainnya.
Kedua, jangan bersuara terlalu keras di lingkungan masjid, terlebih lagi di dalam masjid. Dalam ‘kultwit’ saya mengenai etika di masjid, yg muncul di awal artikel, saya ceritakan pengalaman saya tentang seorang ibu yg menelpon dan berbicara terlalu keras saat di dalam masjid dan ada yg sedang sholat.
Barangkali ibu tersebut belum tahu tentang beberapa hal berikut:
- Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahuanhu dia berkata, Ketika Rasulullah SAW beri’tikaf di dalam masjid, beliau mendengar para shahabat membaca al-Qur’an dengan suara keras, maka beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya masing-masing dari kalian sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lain, dan janganlah sebagian mengeraskan suara di atas yang lain dalam membaca al-Qur’an, atau beliau bersabda, “di dalam shalat.” (HR.Ahmad dan Abu Dawud)
- Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah) berkata, “Tidak boleh bagi siapa pun mengeraskan suara ketika membaca baik di dalam shalat maupun di luar shalat, terutama ketika di dalam masjid karena hal itu dapat mengganggu orang lain.” Dan ketika ditanya tentang mengeraskan bacaan al-Qur’an di dalam masjid, beliau menjawab, “Segala perbuatan yang bisa mengganggu orang yang berada di dalam masjid atau yang mengarah pada perbuatan itu maka hal itu terlarang, wallahu a’lam” (al-Fatawa 23/61)
Ketiga, jangan membawa barang yg berlebihan (dan mahal) ke dalam masjid. Ada kalanya kita pergi dan membawa beberapa barang, lalu terdengar adzan. Nah, pada saat kita masuk masjid hendak sholat, hendaknya tidak membawa barang2 yg kita bawa tadi karena akan membuat kita dan orang lain tidak khusyuk sholatnya.
Kita tidak khusyuk karena khawatir dengan barang2 milik kita, sementara orang lain juga terganggu dengan barang2 yg kita bawa, apalagi jika menyita sebagian ruang dia untuk sholat. Solusinya ada beberapa, pertama simpan dahulu barang2 kita di mobil; kedua menyimpan di ruang penyimpanan.
Seringkali sholat kita bisa tidak khusyuk karena kita kepikiran sandal/sepatu kita yg disimpan di pintu masuk masjid. Saya pernah tulis artikel mengenai seseorang yg tidak mau sholat di masjid karena takut sandal/sepatunya hilang. Hal ini tentu saja menggelikan, bukan?
Keempat, meletakkan sandal/sepatu sembarangan. Seringkali saya lihat sepatu dan sandal yang berantakan di pintu masjid. Bisa saja ini terjadi karena si jama’ah terburu-buru, takut ketinggalan raka’at. Apapun itu, hal ini tentu saja kurang indah dilihat mata.
Hingga saat ini, saya masih kagum jika sholat di masjid Daarut Tauhid (DT), karena posisi sandal dan sepatu akan selalu rapi (meski karena ada yg merapikan).
Kelima, berbicara/beraktivitas lain (yg tidak bermanfaat) saat khutbah (Jum’at). Kita sudah ketahui bersama, bahwa berbicara saat khatib sedang khutbah Jum’at sangat dilarang, sebagaimana hadits berikut,“Jika kamu berkata “diamlah” pada hari jum’at, saat khutbah sedang berlangsung, maka engkau telah melakukan hal yang sia-sia.” (HR Muslim no.851)
Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yg berbicara untuk menyuruh diam saja dianggap telah melakukan hal yg sia-sia, apalagi yg berbicara.
Aktivitas lain yg tidak bermanfaat, seperti twitteran, juga sebaiknya dihindari karena itu berarti anda berpeluang tidak menyimak khutbah. Dan juga termasuk perbuatan yg sia-sia dan tercela, sebagaimana hadits berikut,“Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim no. 857)
Lalu, bagaimana dengan orang yg mencatat khutbah Jum’at? Di sini yg perlu diperhatikan adalah, insya ALLOH orang tsb melakukan aktivitas yg tidak sia-sia karena pada dasarnya orang yg mencatat khutbah berarti (sebagaimana hadits di atas) dia sedang menyimak khutbah.
Keenam, bau badan atau bau mulut. Mari kita simak hadits berikut,“Berkata Abdullah bin Umar: ‘Pada saat peperangan Khaibar, Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa memakan dari pohon ini – yakni bawang putih, maka janganlah dia mendekati masjid kami“. (HR Bukhari-Muslim).
Simak juga hadits berikut Rasulullah SAW bersabda,“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia shalat di rumahnya, karena sesungguhnya para malaikat itu juga terganggu dengan apa-apa yang mengganggu manusia.” (HR Al-Bukhari, kitab Adzan 854, Muslim, kitab Al Masajid 564)
Dari kedua hadits di atas terlihat bahwa seseorang yg mempunyai bau-bauan yg mengganggu orang lain hendaknya tidak masuk masjid. Bau-bauan yg mengganggu orang lain tidak sekedar bawang putih atau bawang merah seperti hadits di atas, tapi juga bau rokok, bau badan, bau pete, bau jengkol, dan lainnya.
Saat anda hendak ke masjid, pastikan mulut dan badan anda tidak bau sehingga mengganggu jama’ah lain. Sikat gigi (dengan pasta gigi) dan menyemprotkan wangi2an (selama tidak berlebihan) bisa menjadi solusi.
Ketujuh, duduklah dengan sopan. Duduk di sini bisa bersila atau selonjor (asalkan tidak mengganggu jama’ah lain). Saat di dalam masjid hendaknya jangan tiduran (apalagi tidur, perkecualian mungkin di pojok2 masjid), atau berguling-guling, atau tengkurap (utk keperluan yg tidak jelas).
Kedelapan, mengambil ‘space’ (ruang) terlalu berlebihan. Ada kalanya kita temui ada jama’ah (atau jangan2 termasuk kita) yg mengambil space terlalu lebar untuk sholat. Kaki dibentangkan seluas mungkin, sajadah yg dipasang adalah sajadah yg ukurannya besar. Padahal ruang untuk sholat cukup selebar bahu kita, insya ALLOH cukup.

Adab Bercanda dalam Islam



Bercanda atau bergurau tidak dilarang dalam Islam. Hukum asal perkara ini adalah boleh, bahkan terkadang menjadi sunnah jika ada maslahatnya, seperti mengakrabi seseorang dan menghangatkan suasana ukhuwah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah bercanda bersama sahabatnya. Namun, tentu candaan beliau berada di dalam koridor adab Islam. Berikut ini adalah beberapa adab dalam bercanda:
1. Tidak berdusta.
2. Tidak menakut-nakuti, seperti menyembunyikan barang teman agar dikira hilang, mengunci temannya di dalam kamar, dan lainnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda yang artinya,
“Janganlah seseorang dari kalian mengambil tongkat saudaranya baik bergurau atau serius. Barangsiapa mengambilnya hendaknya dia kembalikan.” (HR. At-Tirmidzi, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
3. Tidak menjelek-jelekkan.
4. Tidak dibumbui ghibah (membicarakan keburukan orang lain yang tidak ada di tempat tersebut).
5. Jangan terlalu sering. Ulama mengatakan bahwasanya terlalu sering tertawa menyebabkan kebodohan dan kedunguan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun telah menjelaskan,
“Janganlah banyak bercanda karena bercanda mematikan qalbu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu)
Inilah aturan Islam yang mulia, tidak meninggalkan satu pun perikehidupan kecuali telah diatur dengan indah. Demikianlah, Islam telah disempurnakan oleh Dzat Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil sebelum mewafatkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wassalam.
Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Mau Bercanda yang Berpahala?

adab bercanda, adab bercanda dalam islam, bercanda islami
Sering kali kita melengkapi kehidupan ini dengan canda dan tawa. Terkadang kita memerlukan penyegaran kembali setelah lama beraktifitas dan menjalani berbagai kesibukan yang melelahkan. Di saat itulah kita dapat melepaskan lelah dan penat dengan canda dan tawa. Hal itu kerap kali terjadi pada para wanita, terkadang bermula dari pembicaraan beberapa orang (ngobrol) dan setelah itu timbul canda dan tawa (guyon).
Namun perlu diwaspadai, akankah canda tersebut menimbulkan masalah atau tidak?