Pertama, gunakan pakaian yg pantas. Pakaian yg pantas di sini adalah pakaian yg terbaik yg kita miliki. Saya pernah menulis artikel mengenai gunakan baju terbaik saat ibadah (sholat).
Pengalaman teman saya, saat sholat
di sebuah masjid dia temui seorang makmum yg menggunakan kaos yg bolong-bolong
di beberapa tempat. Sayangnya, teman saya tidak sempat berbincang dengannya
mengenai penyebab org tersebut menggunakan pakaian yg kurang indah dipandang
mata. Jika dia memang tidak punya baju yg layak untuk dipakai sholat, tidak
sulit bagi teman saya untuk memberikan beberapa bajunya yg masih layak pakai.
Jangan juga menggunakan pakaian
dengan gambar atau tulisan yg aneh, misalnya kaos dengan tulisan “F*uck” atau
kaos dg gambar perempuan telanjang atau gambar2 tidak senonoh lainnya.
Kedua, jangan bersuara terlalu keras di lingkungan masjid,
terlebih lagi di dalam masjid. Dalam ‘kultwit’ saya mengenai etika di masjid,
yg muncul di awal artikel, saya ceritakan pengalaman saya tentang seorang ibu
yg menelpon dan berbicara terlalu keras saat di dalam masjid dan ada yg sedang
sholat.
Barangkali ibu tersebut belum tahu
tentang beberapa hal berikut:
- Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri
radhiyallahuanhu dia berkata, Ketika Rasulullah SAW beri’tikaf di dalam masjid,
beliau mendengar para shahabat membaca al-Qur’an dengan suara keras, maka
beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya masing-masing dari kalian sedang bermunajat
kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lain, dan
janganlah sebagian mengeraskan suara di atas yang lain dalam membaca al-Qur’an,
atau beliau bersabda, “di dalam shalat.” (HR.Ahmad dan Abu Dawud)
- Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah)
berkata, “Tidak boleh bagi siapa pun mengeraskan suara ketika membaca baik di
dalam shalat maupun di luar shalat, terutama ketika di dalam masjid karena hal
itu dapat mengganggu orang lain.” Dan ketika ditanya tentang mengeraskan bacaan
al-Qur’an di dalam masjid, beliau menjawab, “Segala perbuatan yang bisa
mengganggu orang yang berada di dalam masjid atau yang mengarah pada perbuatan
itu maka hal itu terlarang, wallahu a’lam” (al-Fatawa 23/61)
Ketiga, jangan membawa barang yg berlebihan (dan mahal) ke dalam
masjid. Ada kalanya kita pergi dan membawa beberapa barang, lalu terdengar
adzan. Nah, pada saat kita masuk masjid hendak sholat, hendaknya tidak membawa
barang2 yg kita bawa tadi karena akan membuat kita dan orang lain tidak khusyuk
sholatnya.
Kita tidak khusyuk karena khawatir
dengan barang2 milik kita, sementara orang lain juga terganggu dengan barang2
yg kita bawa, apalagi jika menyita sebagian ruang dia untuk sholat. Solusinya
ada beberapa, pertama simpan dahulu barang2 kita di mobil; kedua menyimpan di
ruang penyimpanan.
Seringkali sholat kita bisa tidak
khusyuk karena kita kepikiran sandal/sepatu kita yg disimpan di pintu masuk
masjid. Saya pernah tulis artikel mengenai seseorang yg tidak mau sholat di masjid karena takut
sandal/sepatunya hilang.
Hal ini tentu saja menggelikan, bukan?
Keempat, meletakkan sandal/sepatu sembarangan. Seringkali saya
lihat sepatu dan sandal yang berantakan di pintu masjid. Bisa saja ini terjadi
karena si jama’ah terburu-buru, takut ketinggalan raka’at. Apapun itu, hal ini
tentu saja kurang indah dilihat mata.
Hingga saat ini, saya masih kagum
jika sholat di masjid Daarut Tauhid (DT), karena posisi sandal dan sepatu akan
selalu rapi (meski karena ada yg merapikan).
Kelima, berbicara/beraktivitas lain (yg tidak bermanfaat) saat
khutbah (Jum’at). Kita sudah ketahui bersama, bahwa berbicara saat khatib
sedang khutbah Jum’at sangat dilarang, sebagaimana hadits berikut,“Jika kamu
berkata “diamlah” pada hari jum’at, saat khutbah sedang berlangsung, maka
engkau telah melakukan hal yang sia-sia.” (HR Muslim no.851)
Hadits di atas menjelaskan bahwa
orang yg berbicara untuk menyuruh diam saja dianggap telah melakukan hal yg
sia-sia, apalagi yg berbicara.
Aktivitas lain yg tidak bermanfaat,
seperti twitteran, juga sebaiknya dihindari karena itu berarti anda berpeluang
tidak menyimak khutbah. Dan juga termasuk perbuatan yg sia-sia dan tercela,
sebagaimana hadits berikut,“Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus
wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia
betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan
Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang
bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi
tercela) ” (HR. Muslim no. 857)
Lalu, bagaimana dengan orang yg
mencatat khutbah Jum’at? Di sini yg perlu diperhatikan adalah, insya ALLOH
orang tsb melakukan aktivitas yg tidak sia-sia karena pada dasarnya orang yg
mencatat khutbah berarti (sebagaimana hadits di atas) dia sedang menyimak
khutbah.
Keenam, bau badan atau bau mulut. Mari kita simak hadits berikut,“Berkata
Abdullah bin Umar: ‘Pada saat peperangan Khaibar, Rasulullah SAW bersabda :
“Barang siapa memakan dari pohon ini – yakni bawang putih, maka janganlah dia
mendekati masjid kami“. (HR Bukhari-Muslim).
Simak juga hadits berikut Rasulullah
SAW bersabda,“Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka janganlah
ia mendekati masjid kami dan hendaklah ia shalat di rumahnya, karena
sesungguhnya para malaikat itu juga terganggu dengan apa-apa yang mengganggu
manusia.” (HR Al-Bukhari, kitab Adzan 854, Muslim, kitab Al Masajid 564)
Dari kedua hadits di atas terlihat
bahwa seseorang yg mempunyai bau-bauan yg mengganggu orang lain hendaknya tidak
masuk masjid. Bau-bauan yg mengganggu orang lain tidak sekedar bawang putih
atau bawang merah seperti hadits di atas, tapi juga bau rokok, bau badan, bau
pete, bau jengkol, dan lainnya.
Saat anda hendak ke masjid, pastikan
mulut dan badan anda tidak bau sehingga mengganggu jama’ah lain. Sikat gigi
(dengan pasta gigi) dan menyemprotkan wangi2an (selama tidak berlebihan) bisa
menjadi solusi.
Ketujuh, duduklah dengan sopan. Duduk di sini bisa bersila atau
selonjor (asalkan tidak mengganggu jama’ah lain). Saat di dalam masjid
hendaknya jangan tiduran (apalagi tidur, perkecualian mungkin di pojok2
masjid), atau berguling-guling, atau tengkurap (utk keperluan yg tidak jelas).
Kedelapan, mengambil ‘space’ (ruang) terlalu
berlebihan. Ada kalanya kita temui ada jama’ah (atau jangan2 termasuk kita) yg
mengambil space terlalu lebar untuk sholat. Kaki dibentangkan seluas mungkin,
sajadah yg dipasang adalah sajadah yg ukurannya besar. Padahal ruang untuk
sholat cukup selebar bahu kita, insya ALLOH cukup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar